Rabu, 17 April 2013

Kaitan Cahaya dan Bunyi Terhadap Oseanografi Fisika




Cahaya adalah bagian dari gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, infra merah, ultraviolet, sinar X dan sinar gamma. Cahaya bergerak dengan kecepatan kurang lebih  3 X 108 ms-1 dalam ruang hampa. Ketika di dalam air laut kecepatan cahaya berkurang menjadi 2,2 X 108 ms-1. Bila cahaya masuk ke dalam air maka intensitasnya akan berkurang secara eksponensial terhadap jarak dari titik sumber. Cahaya dapat diukur dengan menggunakan beberapa alat yaitu beam transmissometer, irradiance meter dan turbiditas meter atau nephelometer (Supangat, Agus dan Susanna,2003).
Semakin dalam suatu perairan tentunya semakin sedikit cahaya yang masuk. Lapisan laut dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan itensitas cahayanya.
1.      Daerah fotik yaitu daerah yang terkena cahaya matahari cukup untuk produksi fotosintesis. Biasanya mencapai kedalaman 200 m.
2.      Zona disphotic  yaitu daerah antara zona fotik dan afotik dimana cahayanya seperti senja di daratan. Daerah berada di kedalaman 200-1000m.
3.      Zona afotik yaitu daerah yang tidak terkena cahaya sehingga sangat gelap dan tidak cukup untuk produksi fotosintesis dan  memenuhi kebutuhan respirasi. Berada kedalaman lebih dari 1000 m.
Adanya pembiasan cahaya membuat suatu benda yang sama akan terlihat berbeda bila dilihat di darat ataupun di dalam air. Bentuk benda tersebut akan terlihat lebih besar di dalam air dibandingkan di darat. Hal ini terjadi karena cahaya yang tersebar ke arah mata tidak dapat terfokus untuk membuat suatu imej yang koheran (Supangat, Agus dan Susanna,2003).
Gambar 1. Penglihatan langsung bawah air
Sumber : Pengantar Oseanografi,2003.

Cahaya tak hanya bermanfaat bagi biota laut untuk fotosintesis namun cahaya juga dapat digunakan untuk komunikasi bawah laut serta penggunaan remote sensing pasif dan aktif karena sifat cahaya yang bergerak perlahan.Komunikasi bawah laut memerlukan radiasi yang dapat menembus cukup jauh di bawah permukaan sebelum energinya hilang oleh atenuasi. Hal ini menyebabkan komunikasi radio tidak dapat terjadi karenanya digunakanlah cahaya laser dari satelit  yang cukup kuat dan mampu menembus cukup jauh pada gelombang 450 -500 nm (biru-hijau).
Remote sensing aktif menggunakan transmisi pulsa radar dari satelit pada panjang gelombang tertentu lalu diukur dan dianalisis sinyal yang terrefleksikan oleh permukaan. Untuk mengetahui pola dan distribusi gelombang serta tutupan es. Remote sensing pasif menggunakan panjang gelombang visibel dan dekat infra merah yang direfleksikan dan juga radiasi panjang gelombang infra merah yang lebih panjang dan radiasi gelombang micro untuk memperoleh informasi tentang warna (dan produksi biologi dan kekeruhan), temperatur dan tutupan es di permukaan lautan. Selain itu juga memberikan informasi mengenai kekasaran permukaan akibat angin, gelombang, pasut dan arus dan tipe awan dan jumlahnya serta jumlah uap air di atmosfer (Supangat, Agus dan Susanna,2003).

Gambar 2. Diagram Remote Sensing



Bunyi atau suara
Suara adalah bentuk fisik dari adanya gelombang bunyi atau energi akustik. Bunyi merupakan bentuk tekanan gelombang dan terbentuk oleh vibrasi yang menghasilkan zona-zona alternatif kompresi (molekul- molekul saling merapat) dan rarefaksi (molekul-molekul saling menjauh). Gelombang bunyi dapat dikarateristik berdasarkan amplitudonya (pengukuran intensitas atau besarnya bunyi) dan frekuensi (f) atau panjang gelombang (λ, lambda), yang berhubungan dengan laju (c). Panjang gelombang energi akustik di laut sendiri berkisar antara 50 m dan 1 mm(Supangat, Agus dan Susanna,2003).
Gelombang ini termasuk gelombang mekanik yaitu memerlukan media perambatannya baik zat padat, cair ataupun gas. Jika dibandingkan dengan cepat rambat udara, di laut kecepatan rambatnya lebih cepat sebanyak 4 x lipat dibandingkan dengan cepat rambat di udara. Hal ini diakibatkan oleh partikel air laut yang lebih rapat dibandingkan dengan udara yang renggang. Sedangkan di darat cepat rambatnya paling cepat karena kerapatannya yang paling tinggi diantara media lainnya (Nugroho,Andry. 2011).
Gelombang bunyi lebih besar (frekuensi rendah) dibandingkan gelombang cahaya yang berarti resolusinya kurang; yaitu objek yang kecil yang dapat dibedakan (kira-kira tiga panjang gelombang) terlihat sangat besar. Frekuensi dan panjang gelombang secara terbalik saling proporsional dimana semakin tinggi frekuensi, semakin pendek gelombang dan sebaliknya. Untuk resolusi maksimum dengan sistem akustik bawah air, frekuensi tertinggi yang memungkinkan digunakan. Tetapi atenuasi tergantung pada frekuensi. Atenuasi paling tinggi pada frekuensi tinggi (gelombang pendek) dan rendah pada frekuensi rendah (gelombang panjang) (Nugroho,Andry. 2011).
Bagi hewan laut, bunyi merupakan hal yang sangat penting karena bunyi sangat baik perambatannya di air maka dapat digunakan untuk melacak objek tertentu dan transmisi informasi. Dengan mendengar bunyi hewan air dapat mencari mangsa ataupun berkomunikasi dengan hewan sejenisnya seperti paus. Selain itu adanya bunyi membuat kita dapat mengukur kedalaman serta pemetaan dasar laut, berkomunikasi dengan ikan dan mengetahui letak ikan. Adapun aplikasi bunyi di lautan dibagi menjadi 2 katagori utama yaitu :
1.      System akustik pasif
2.      System akustik aktif yang terbagi lagi menjadi
a.       SONAR (Sound Navigation And Ranging)
Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Digunakan sebagai dasar teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti Sea Beam dan Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam.
b.      Telemetri dan Tracking
Lokasi dapat dikenali dan objek dilacak di laut jika dilengkapi dengan peralatan transmisi akustik. Ini adalah dasar teknologi Sofar (SOund Fixing And Ranging), digunakan secara meluas untuk tujuan militer seperti mencari lokasi kapal selam, pesawat terbang yang rusak dan kapal laut yang tenggelam.
c.       Pengukur arus
Bunyi dapat digunakan untuk mengukur kecepatan arus dengan mengeksploitasi Doppler effect dimana frekuensi bunyi yang diukur dipengaruhi oleh gerakan relatif antara sumber akustik dan titik pengukuran. profil akustik arus Doppler (ADCPs) digunakan untuk pengukuran kecepatan arus terhadap kedalaman yang kontinu dimana kapal dalam keadaan bergerak (Nugroho,Andry. 2011).
Gambar 3. Contoh dari SONAR
Sumber : woodshole.er.usgs.gov

Untuk menggunakan alat-alat diatas kita perlu mengetahui dengan pasti gelombang suara yang aman digunakan di dalam laut. Beberapa para biologi laut menyatakan bahwa volume tinggi (190 desibel) frekuensi rendah (60-90 Hz) bunyi dapat membahayakan ikan paus dan mamalia laut lainnya yang tergantung pada bunyi untuk komunikasi jarak jauh (Supangat, Agus dan Susanna,2003). Dengan demikian kita dapat melaksanakan penelitian tanpa menganggu sensor mamalia laut.

Sumber :
Nugroho,Andry. 2011. Sifat Fisika dan Faktor yang Mempengaruhi Suara di Laut. http://andrynugrohoatmarinescience.wordpress.com/2011/03/21/sifat-fisika-dan-faktor-yang-mempengaruhi-suara-di-laut/ diakses pada 16 April 2013.
Supangat, Agus dan Susanna. 2003. Pengantar Oseanografi. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan.


Sumber gambar :
Gambar 1. Pengantar Oseanografi,2003.
Gambar 2. gpm.nasa.gov
Gambar 3. woodshole.er.usgs.gov


Tidak ada komentar:

Posting Komentar